Rabu, 08 Oktober 2014

Goresan Pena Seorang “Aktivis” katanya

 Aktivis, panggilan yang biasa kita gunakan untuk menyebut seorang Mahasiswa yang pekerjaan nya bukan hanya datang ke Kampus, mengisi absensi kelas, menerima mata kuliah yang disajikan, mengerjakan tugas, laporan-laporan. Lantas selesai kuliah pulang atau hangout entah kemana bersama orang-orang yang mereka sebuat sebagai teman.

Mereka yang pekerjaan utamanya bahkan datang ke Kampus, mengisi absensi kelas, menerima mata kuliah yang disajikan, mengerjakan tugas, laporan-laporan. Setelah itu pindah tempat ke kesekretariatan lembaga / organisasi. Bertukar pandang mengenai mahasiswa, kampus, negara, politik, sosial, budaya, bahkan cinta. Begitu banyak rapat, begitu banyak diskusi dan begitu banyak acara. Mereka yang bahkan menjadi kan kampus menjadi rumah pertama dan menjadikan rumah / kos nya sendiri sebagai rumah kedua.

Orang-orang yang sangat betah berada di Kampus bahkan hingga larut malam walaupun hanya sekedar nongkrong bercengkrama ataupun karena kepentingan rapat membahas program kerja yang akan dilaksanakan.

Orang-orang yang mungkin sangat jarang memikirkan sesuatu yang disebut ”cinta”. Mahasiswa yang tidak hanya disibukkan dengan urusan perkuliahan yang mengambil waktu tidak lebih dari seperempat dalam sehari. Banyak yang bertanya, masihkah seorang yang sesibuk itu memikirkan soal “cinta” ?

“cinta itu pahatan yang abadi”. Sebuah ungkapan yang begitu jelas mungkin untuk tidak meragukan sebuah cinta. Seseorang yang memiliki begitu banyak kegiatan, yang bahkan sedikit banyak harus mengorbankan seluruh urusan pribadi demi urusan orang-orang yang entah peduli dengan kita atau tidak.

Kita telah memilih jalan kita, kita telah memilih terjun kedalam kesibukan seorang organisatoris kampus yang sebagai rumah pertama, dan menjadikan urusan cinta sebagai bagian yang berada di nomer kesekian.

Kita berada dalam satu Universitas yang sama, sama-sama terlibat dalam organisasi kampus. Ketika hubungan profesional dan pengertian yang tinggi harus kita utamakan dari pada sikap egois untuk menghabiskan waktu berdua walaupun hanya sekedar bercengkrama. Ya, kita berada dalam lingkaran itu. Tapi dibalik kesibukan dan rasa pengertian yang luar biasa yang harus diutamakan. Entah mengapa hubungan yang mungkin bagi orang-orang sangat berat untuk dijalani. Namun, itulah tantangan yanga luar biasa indah.

Ketika hari libur disaat orang-orang normal lainnya saling menghabiskan waktu, pulang ke kampung halaman, atau hanya sekedar beristirahat menghilangkan jenuh selama perkuliahan seminggu. Berbeda jauh dengan seorang aktivis yang rela waktu liburannya untuk suatu urusan organisasi. Disaat yang lainnya dapat menghabiskan waktu berbicara berjam-jam lamanya. Kita mungkin haruslah lebih bersabar sedikit karena rasa lelah yang begitu membunuh sehabis kegiatan organisasi.

Disaat kita mempunyai waktu sedikit berdua, bukanlah hal-hal lelucon atau bersifat pribadi yang kita bicarakan. Bahkan hal-hal yang melibatkan kampus, organisasi, masyarakat yang menjadi topik pembicaraan kita. Mungkin bagi orang-orang lain hal itu mendekati ketidak normalan. tapi itulah kita.

Ketika waktu istirahat untuk pulang ke kampung halaman harus kita korbankan karena berbagai kegiatan organisasi yang tidak ada habisnya, disaat itulah rindu harus kita nikmati. Disaat itulah kita belajar menghargai indahnya kebersamaan. Disaat cerita-cerita indah harus tergantikan dengan keluhan lelah karena aktivitas yang begitu padat, disaat itulah kita menghargai indahnya perhatian sekecil apapun.

Aktivis, disini kita masih terus belajar. Menjadi seorang aktivis yang tak meninggalkan kewajibannya. Semuanya harus bisa dimanage dengan baik. Dari hal yang sepele sampai hal yang besar. Belajar menerima saran dan kritik dengan lapang dada. Belajar kerjasma, menahan ego dan kesabaran. Dan yang namanya pelajaran tidak ada yang sia-sia, pasti akan bermanfaat diwaktu yang akan datang, entah kapan. Jadi ini lah kita, seorang aktivis. Mahasiswa normal yang mungkin berusaha mengintip sedikit keindahan dunia untuk masa depan.

Aktivis, yang selalu bertanggung jawab atas semua yang telah diamanati. Tidak hanya sekedar mengejar populeritas, jabatan bahkan ada yang mengejar sebuah emblem. Untuk apa mengikuti suatu kesibukan organisasi tapi hanya nebeng  nama? Tidak pernah terfikir hal itu oleh seorang aktivis kampus. Mereka tak pernah merasa lelah dengan kesibukan yang ia dijalani. Memang semua itu butuh pengorbanan, keringat bahkan air mata.

Itulah seorang aktivis sejati. Tak pernah meminta imbalan atau balasan dari apa yang telah ia lakukan. Tak pernah mengeluh dengan segudang kegiatannya dan tak pernah merasa iri dengan orang-orang yang tak mengikuti organisasi apapun atau biasa kita sebut dengan kupu-kupu. Yang “katanya” memiliki waktu lebih banyak untuk belajar, istirahat, berlibur dan mungkin memiliki waktu lebih bayak pula untuk membicarakan tentang cinta.

Tapi asal kalian tahu, sesungguhnya cinta tidak meminta waktu dan ruang yang banyak dalam pikiran kita. Cinta telah memiliki waktu dan ruang tersendiri tanpa kita sediakan. Dan akan hidup menjadi cinta yang abadi J