Mereka yang pekerjaan utamanya bahkan datang ke Kampus, mengisi
absensi kelas, menerima mata kuliah yang disajikan, mengerjakan tugas,
laporan-laporan. Setelah itu pindah tempat ke kesekretariatan lembaga /
organisasi. Bertukar pandang mengenai mahasiswa, kampus, negara, politik,
sosial, budaya, bahkan cinta. Begitu banyak rapat, begitu banyak diskusi dan
begitu banyak acara. Mereka yang bahkan menjadi kan kampus menjadi rumah
pertama dan menjadikan rumah / kos nya sendiri sebagai rumah kedua.
Orang-orang yang sangat betah
berada di Kampus bahkan hingga larut malam walaupun hanya sekedar nongkrong
bercengkrama ataupun karena kepentingan rapat membahas program kerja yang akan
dilaksanakan.
Orang-orang yang mungkin sangat
jarang memikirkan sesuatu yang disebut ”cinta”. Mahasiswa yang tidak hanya
disibukkan dengan urusan perkuliahan yang mengambil waktu tidak lebih dari
seperempat dalam sehari. Banyak yang bertanya, masihkah seorang yang sesibuk
itu memikirkan soal “cinta” ?
“cinta itu pahatan yang abadi”.
Sebuah ungkapan yang begitu jelas mungkin untuk tidak meragukan sebuah cinta.
Seseorang yang memiliki begitu banyak kegiatan, yang bahkan sedikit banyak
harus mengorbankan seluruh urusan pribadi demi urusan orang-orang yang entah
peduli dengan kita atau tidak.
Kita telah memilih jalan kita,
kita telah memilih terjun kedalam kesibukan seorang organisatoris kampus yang
sebagai rumah pertama, dan menjadikan urusan cinta sebagai bagian yang berada
di nomer kesekian.
Kita berada dalam satu
Universitas yang sama, sama-sama terlibat dalam organisasi kampus. Ketika
hubungan profesional dan pengertian yang tinggi harus kita utamakan dari pada
sikap egois untuk menghabiskan waktu berdua walaupun hanya sekedar
bercengkrama. Ya, kita berada dalam lingkaran itu. Tapi dibalik kesibukan dan
rasa pengertian yang luar biasa yang harus diutamakan. Entah mengapa hubungan
yang mungkin bagi orang-orang sangat berat untuk dijalani. Namun, itulah
tantangan yanga luar biasa indah.
Ketika hari libur disaat
orang-orang normal lainnya saling menghabiskan waktu, pulang ke kampung
halaman, atau hanya sekedar beristirahat menghilangkan jenuh selama perkuliahan
seminggu. Berbeda jauh dengan seorang aktivis yang rela waktu liburannya untuk
suatu urusan organisasi. Disaat yang lainnya dapat menghabiskan waktu berbicara
berjam-jam lamanya. Kita mungkin haruslah lebih bersabar sedikit karena rasa
lelah yang begitu membunuh sehabis kegiatan organisasi.
Disaat kita mempunyai waktu
sedikit berdua, bukanlah hal-hal lelucon atau bersifat pribadi yang kita
bicarakan. Bahkan hal-hal yang melibatkan kampus, organisasi, masyarakat yang
menjadi topik pembicaraan kita. Mungkin bagi orang-orang lain hal itu mendekati
ketidak normalan. tapi itulah kita.
Ketika waktu istirahat untuk
pulang ke kampung halaman harus kita korbankan karena berbagai kegiatan
organisasi yang tidak ada habisnya, disaat itulah rindu harus kita nikmati. Disaat
itulah kita belajar menghargai indahnya kebersamaan. Disaat cerita-cerita indah
harus tergantikan dengan keluhan lelah karena aktivitas yang begitu padat,
disaat itulah kita menghargai indahnya perhatian sekecil apapun.
Aktivis,
disini kita masih terus belajar. Menjadi seorang aktivis yang tak meninggalkan
kewajibannya. Semuanya harus bisa dimanage dengan baik. Dari hal yang sepele sampai
hal yang besar. Belajar menerima saran dan kritik dengan lapang dada. Belajar kerjasma,
menahan ego dan kesabaran. Dan yang namanya pelajaran tidak ada yang sia-sia,
pasti akan bermanfaat diwaktu yang akan datang, entah kapan. Jadi ini lah kita,
seorang aktivis. Mahasiswa normal yang mungkin berusaha mengintip sedikit
keindahan dunia untuk masa depan.
Aktivis, yang
selalu bertanggung jawab atas semua yang telah diamanati. Tidak hanya
sekedar mengejar populeritas, jabatan bahkan ada yang mengejar sebuah emblem. Untuk apa mengikuti suatu
kesibukan organisasi tapi hanya nebeng
nama? Tidak pernah terfikir hal itu oleh
seorang aktivis kampus. Mereka tak pernah merasa lelah dengan kesibukan yang ia
dijalani. Memang semua itu butuh pengorbanan, keringat bahkan air mata.
Itulah seorang aktivis sejati. Tak
pernah meminta imbalan atau balasan dari apa yang telah ia lakukan. Tak pernah
mengeluh dengan segudang kegiatannya dan tak pernah merasa iri dengan
orang-orang yang tak mengikuti organisasi apapun atau biasa kita sebut dengan kupu-kupu. Yang “katanya” memiliki waktu
lebih banyak untuk belajar, istirahat, berlibur dan mungkin memiliki waktu
lebih bayak pula untuk membicarakan tentang cinta.
Tapi asal kalian tahu, sesungguhnya
cinta tidak meminta waktu dan ruang yang banyak dalam pikiran kita. Cinta telah
memiliki waktu dan ruang tersendiri tanpa kita sediakan. Dan akan hidup menjadi
cinta yang abadi J